May 4, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Debat Kedua Jadi Ujian untuk Janji Jokowi

IVOOX.id, Jakarta -- Debat Pilpres kedua yang akan digelar Minggu (17/2) adalah ujian bagi Joko Widodo (Jokowi) atas janji-janjinya. Jokowi ditantang untuk bicara tentang realisasi janji politiknya ketika 2014 lalu, sebelum bicara tentang apa yang akan dilakukannya jika terpilih untuk periode mendatang.


“Jokowi harus menjelaskan realisasi janji dan kebijakannya terkait materi debat nanti malam. Jangan buat janji-janji baru atau bicara apa yang akan dilakukan nanti,” ujar pengamat ekonomi Kusfiardi dalam keterangan resminya, Minggu (17/2).


Menurut Kusfiardi, seorang petahana perlu mempertanggungjawabkan kinerjanya selama ini untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik pada kontestasi pilpres berikutnya. Menurut dia, terkait materi debat kedua, banyak persoalan yang harus dijelaskan Jokowi.


Misalnya mengenai bertambahnya jumlah utang perusahaan milik negara. Menurut dia, utang tanpa diikuti meningkatnya kinerja keuangan perusahaan akan menimbulkan risiko. Mulai dari risiko gagal bayar sampai dengan ancaman pailit. Di antara risiko tersebut, ketika BUMN tidak bisa memenuhi kewajiban utang jatuh tempo, bisa berdampak pada berkurangnya aset.


“Bukan hanya itu. Lebih jauh lagi bisa berpengaruh pada kemampuan kerja perusahaan akibat berkurangnya aset,” jelas Kusfiardi.


Beban utang yang semakin besar menuntut adanya peningkatan kemampuan perusahaan untuk menutupi utang jangka pendek. Selain itu, secara keseluruhan, dari pengelolaan operasional perusahaan milik negara, harus ada peningkatan kinerja keuangan.


“Selain aspek keuangan tentu juga harus bisa memberikan dampak terhadap kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat,” ujar dia.


Jokowi harus bisa menjelaskan, seberapa relevan pilihan untuk membangun infrastruktur, terutama jalan tol, untuk kepentingan perekonomian nasional. Bukan justru mempermudah infiltrasi barang-barang impor.


Selain infrastruktur, sektor pangan sepanjang pemerintahan Jokowi juga memiliki kendala. “Pemerintah selama ini lebih memilih jalan pintas dengan impor. Tentu ini jauh dari harapan untuk memperkuat sektor pangan. Bahkan justru sebaliknya, memperkuat ketergantungan pada impor pangan dan menjadi ancaman bagi kemandirian kita,” urainya.


Sementara mengenai isu lingkungan hidup, menurut Kusfiardi, pemerintahan Jokowi tidak begitu serius dalam soal penyelamatan lingkungan. Pembiaran berlangsung terhadap perusahaan yang tidak mengelola limbah dengan lebih baik. Padahal jelas menimbulkan kerusakan lingkungan.


Dijelaskan lebih lanjut, temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang dirilis pada 2017, nilai kerugian lingkungan itu mencapai Rp185 triliun. Kerusakan lingkungan terjadi karena tidak layaknya penampungan tailing di sepanjang Sungai Ajkwa, Kabupaten Mimika, Papua. Kerugian lingkungan di area hulu diperkirakan mencapai Rp10,7 triliun, muara sekitar Rp8,2 triliun, dan Laut Arafura Rp166 triliun.


“Masalah yang tidak dibereskan selama bertahun-tahun ini akhirnya menumpuk menjadi risiko lingkungan yang amat mahal. Saat negosiasi pengambilalihan Freeport, pemerintah pun mengabaikan isu lingkungan ini sebagai salah satu cara untuk menekan pihak Freeport dalam negosiasi divestasi," tukas Kusfiardi. (Adhi  Teguh)

0 comments

    Leave a Reply