May 5, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Dana Asing Banyak Keluar, Indef: Ada Indikasi Risiko Pasar Keuangan Meningkat

iVooxid, Jakarta - Dalam tempo 3 hari perdagangan aktif terakhir, dana asing yang keluar dari bursa saham mencapai Rp5 triliun. Hal ini menjadi indikasi risiko di pasar keuangan meningkat.

Kondisi ini dipicu Trump effect atau pulangnya dana-dana asing ke AS. Nahas, dana asing yang pulang tersebut sebagian besar berasal dari negara berkembang seperti Indonesia.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, kekhawatiran kebijakan Trump yang cenderung proteksionis membuat perekonomian negara berkembang goyah, terutama bagi negara yang punya porsi ekspor besar ke AS.

"Trump nampaknya bersikukuh melakukan perombakan terhadap kerja sama perdagangan luar negerinya termasuk NAFTA (North American Free Trade Agreement) dan TPP (Trans-Pacific Partnership). Era perdagangan bebas di ujung tanduk, apalagi setelah Brexit beberapa waktu yang lalu," kata Bhima di Jakarta, Jumat (18/11/2016).

The Economist Intellegence Unit bahkan menyebutkan, bahwa kebijakan proteksi Trump sebagai salah satu ancaman terbesar perekonomian global saat ini. Menghadapi situasi yang mengejutkan ini, tentu butuh persiapan yang cukup matang. Nasib perdagangan Indonesia pun dipertaruhkan. Di satu sisi hampir 80% ekspor Indonesia secara keseluruhan adalah komoditas mentah yang rentan terhadap fluktuasi harga. Di sisi yang lain, Indonesia masih bergantung pada ekspor ke negara tujuan utama yaitu Amerika, China dan Jepang yang ketiganya saling berkaitan.

Melihat kondisi yang tak menentu itu, lajut Bima, saat ini investor sedang mengatur strategi baru. Dibanding istilah investor sedang wait and seelebih pas sebenarnya rethinking new strategy. Para investor memikirkan strategi terbaik untuk menanggulangi ketidakpastian di negara berkembang pasca Trump terpilih menjadi Presiden AS, terlebih pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menurun dari 5,18% menjadi 5,02% di triwulan III-2016.

Sementara itu usai periode pertamaTax Amnesty, uang tebusan kembali loyo dan dana repatriasi belum bisa ditarik ke Indonesia karena berbagai alasan. Imbasnya, perekonomian domestik kehilangan sumber pertumbuhan baru. Oleh karena itu sebelum terlambat, otoritas moneter dan fiskal harus bersiap menghadapi kemungkinan terburuk di akhir tahun ini. Hal yang perlu diwaspadai adalah stabilitas di sektor keuangan.

Pasar saham diprediksi mengalami puncak gejolak saat The Fed di bulan Desember mengumumkan kenaikan suku bunganya (Fed Fund Rate). Kondisi ini sudah mulai tercium saat imbal surat utang AS bertenor 2 tahun,10 tahun dan 30 tahun menunjukkan kenaikan yield atau imbal hasil yang sangat tinggi pasca terpilihnya Trump. Lonjakan yield jadi pertanda bahwa inflasi AS dalam jangka pendek maupun panjang diprediksi akan naik. Inflasi yang meningkat jelas direspon dengan kenaikan Fed rate.

Karena Indonesia menganut paham devisa bebas, maka aksi jual besar-besaran di pasar saham dan surat utang oleh investor asing bukan hal yang tidak mungkin. Satu-satunya jalan untuk mencegah hal tersebut adalah dengan memberlakukan capital controldan membuat Perpu UU Lalu Lintas Devisa Negara. Tanpa hal tersebut, ekonomi akan terus terombang-ambing dana asing.[ava]

0 comments

    Leave a Reply