April 26, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

BI Berlakukan Instrumen Moneter Baru 19 Agustus 2016

iVooxid, Jakarta - Bank Indonesia (BI) akan efektif memberlakukan instrumen moneter baru yaitu "BI 7-day Repo Rate" atau BI Repo Rate 7 Hari mulai 19 Agustus 2016.

Keterangan BI melalui laman resminya yang dikunjungi Rabu (17/8/2016), menyebutkan BI memberlakukan instrumen baru dalam rangka penguatan operasi moneter.

BI mengenakan dan memberlakukan "BI 7-day Reverse Repurchase (Repo) Rate" agar suku bunga kebijakan dapat secara cepat memengaruhi pasar uang, perbankan dan sektor riil.

Menurut BI, instrumen BI Repo Rate 7 Hari sebagai acuan yang baru memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan.

Pada masa transisi, BI Rate tetap digunakan sebagai acuan bersama dengan BI Repo Rate 7 Hari.

Penguatan kerangka operasi moneter itu merupakan hal yang lazim dilakukan di berbagai bank sentral dan merupakan "best practice" internasional dalam pelaksanaan operasi moneter.

Kerangka operasi moneter senantiasa disempurnakan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan. Khususnya untuk menjaga stabilitas harga.

Penguatan kerangka operasi moneter juga mempertimbangkan kondisi makroekonomi yang kondusif dalam beberapa waktu terakhir, yang memberikan momentun bagi upaya penguatan kerangka operasi moneter.

BI mulai mengenakan instrumen BI Repo Rate 7 Hari sejak April 2016. Pada Rapat Dewan Gubernur BI tanggal 21 April 2016 ditetapkan BI Rate sebesar 6,75 persen dan BI Repo Rate 7 Hari 5,50 persen.

Pada Rapat Dewan Gubernur BI Mei, ditetapkan masing-masing 6,75 persen dan 5,50 persen atau tetap. Pada Juni turun yaitu masing-masing 6,50 persen dan 5,25 persen. Pada Juli Dewan Gubernur BI mempertahankan tingkat bunga itu. Rapat dewan Gubernur BI untuk Agustus 2016 dijadwalkan berlangsung pada 18-19 Agustus.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyatakan instrumen moneter BI Repo Rate 7 Hari dan formula batas sejajar untuk bunga simpanan dan penyediaan dana oleh bank sentral kepada bank, akan efektif menurunkan biaya dana perbankan, sehingga pada akhirnya akan menurunkan bunga kredit.

Menurut dia, bunga Repo 7 Hari dengan referensi jangka waktu yang lebih singkat akan meningkatkan pengaruhnya ke pasar keuangan, termasuk biaya dana perbankan dari perolehan dana di pasar uang antar bank (PUAB).

Di samping itu, bank juga mendapat kelonggaran untuk menikmati fasilitas likuiditas lainnya dari fasilitas penyediaan dana oleh BI. Pasalnya, tingkat bunga penyediaan dana rupiah kepada perbankan dari BI atau "lending facility/LF rate" akan dijaga maksimal 75 basis poin dari tingkat BI Repo Rate 7 Hari.

"Jadi, kalau misalnya, "7-Day Reverse Repo Rate" itu di tetap 5,25 persen pada RDG 19 Agustus 2016, ini kalau misalnya tetap loh ya, maka LF Rate juga akan turun," kata dia. Saat ini tingkat "lending facility" sebesar 7 persen.

BI pada 19 Agustus 2016 juga akan menjaga batas bawah penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di BI sebesar 75 basis poin dari BI Repo Rate 7 Hari.

Potensi penurunan beban biaya dana tersebut seharusnya dapat diikuti dengan penurunan bunga deposito, karena perbankan sudah lebih mudah mendapatkan likuiditas atau tidak perlu mengandalkan penerimaan deposito yang merupakan sumber dana mahal.

Jika bunga deposito dapat turun, perbankan memiliki ruang lebih luas untuk menurunkan bunga kreditnya, karena beban yang diperhitungkan ke bunga kredit berkurang.

Namun Mirza mengatakan, penurunan bunga deposito itu juga akan tergantung pada kepercayaan diri bank, untuk tidak khawatir ditinggal para deposan karena menurunkan suku bunga deposito.

"Maka dari itu, penurunan bunga juga akan bergantung pada perilaku deposannya dan faktor lain selain deposito, seharusnya perbankan dapat menerapkan 'pricing' yang lebih fleksibel," kata Mirza.

Sementara itu Direktur Keuangan dan Treasuri Bank Mandiri Pahala N Mansury mengatakan OJK juga perlu merespon potensi penurunan tingkat bunga "lending facility" agar dapat maksimal dimanfaatkan oleh bank.

"Kalau LF dipandang sesuatu yang baik, tapi tidak dimanfaatkan ya bisa kurang maksimal," ujarnya. (ant)

0 comments

    Leave a Reply