May 18, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

Berpotensi Terganggu, Ini Cara Jaga Kestabilan Ekonomi

IVOOX.id, Jakarta  - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyatakan, saat ini, hal pokok yang mesti jadi perhatian pemerintah adalah kestabilan ekonomi.

Pascatertekannya Rupiah, ada potensi terganggunya ekonomi. Terbukti, pemerintah untuk 2018 menurunkan proyeksi pertumbuhan dari 5,2 persen-5,4 persen menjadi 5,17 persen-5,4 persen.

Menurut Heri, ada beberapa kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.

Pertama, pada skala jangka pendek, Bank Indonesia (BI) bisa menaikkan suku bunga acuan setidaknya untuk memulihkan kepercayaan investor sehingga risiko capital outflow dapat diantisipasi, walaupun sifatnya hanya sementara waktu.

“Terjadinya capital outflow akan cukup membawa dampak kepada instabilitas ekonomi. Untuk diketahui, sejak awal 2018, modal asing yang keluar sudah mencapai Rp8,6 triliun (year to date),” kata Heri di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Berikutnya, pemerintah sebaiknya fokus menjaga daya beli masyarakat. Langkahnya adalah dengan menciptakan stabilitas harga, baik untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik maupun harga pangan. Lebih-lebih menjelang lebaran.

“Seharusnya dengan inflasi yang katanya relatif terkendali, kebijakan fiskal kita bisa lebih ekspansif, tidak boleh ada surplus keseimbangan primer yang katanya pada bulan april 2018 terjadi surplus  Rp24,2 triliun karena belanja negara masih relatif kecil,” ujar dia.

Kedua, pada skala menengah, pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk mendorong investasi dan ekspor. Kedua hal itu adalah mesin pertumbuhan utama. Untuk investasi, pemerintah mesti konsisten menjalankan efisiensi perizinan, termasuk persoalan lahan yang sering menjadi masalah utama investasi.

Sementara itu, dalam rangka meningkatkan ekspor, ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu menjaga ketersediaan bahan baku dan barang modal serta stabilitas harga barang modal pada harga internasional yang kompetitif, perluasan pasar ekspor, serta peningkatan ekspor jasa. Pemerintah perlu memanfaatkan peluang dari penguatan ekonomi global dan stabilnya harga-harga komoditas.

Ketiga, pada skala jangka panjang, pemerintah mesti 'mengobati' masalah fundamental dengan memperkuat kinerja ekonomi domestik. Pada konteks itu, pemerintah harus mengobati masalah mendasar, yaitu ancaman triple deficit.

“Defisit Transaksi Berjalan (DTB) terjadi berturut-turut, perkiraan kami pada 2018 akan mencapai US$27,1 milyar atau 2,5 persen dari PDB dan pada 2019 turun mencapai US$24,0 miliar atau 2,1 persen dari PDB. Hal tersebut memberi konfimasi Indonesia semakin tergantung pada pinjaman valuta asing,” ujar politisi Gerindra itu.

Cadangan Devisa yang relatif masih  kecil dan itupun sebagian besar adalah akumulasi dari utang; serta sekitar US$50 miliar dari cadangan devisa adalah investasi portofolio yang dapat dengan cepat mengalir keluar.

Sebab itu pula, pemerintah perlu memperkuat fundamental perekonomian dan cadangan devisa melalui peningkatan ekspor non-migas dan devisa pariwisata.

Pemberian insentif kepada dunia usaha adalah stimulan sebagaimana juga performa APBN. Sekali lagi, dua-duanya adalah stimulan. Yang tak kalah penting adalah kelonggaran insentif bagi investor sebagai stimulus guna meningkatkan investasi, terutama di sektor usaha kecil dan menengah.

Ada tiga jenis insentif pajak yang sedang diusulkan, yaitu tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax atau pengurangan pajak bagi industri yang melakukan pelatihan kepada tenaga kerja.

“Saya pikir super deduction tax adalah opsi yang cukup baik, terutama untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Saya berharap lewat insentif itu keterampilan tenaga kerja Indonesia makin baik sehingga tak perlu lagi alasan mendatangkan tenaga kerja asing,” ungkap dia.

Sementara itu, kinerja APBN tidak hanya soal mencapai target. Sebelum sampai ke sana, pemerintah mesti menjamin keamanan APBN. Dengan begitu, kepercayaan investor tetap terjaga sehingga risiko capital outflow tidak terjadi.

“Tentunya disamping adanya perbaikan struktural dan bauran kebijakan yang bersinergi dan beriringan antar sektoral di kementerian dan lembaga dengan rencana kebijakan pembangunan jangka pendek,” pungkas Heri.

0 comments

    Leave a Reply