May 14, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

AP3I Tolak Rencana Relaksasi Ekspor Mineral Mentah

iVooxid, Jakarta-Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) menyampaikan beberapa poin penting terkait rencana diterbitkannya Perubahan ke-4 atas Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Salah satu poinnya menolak relaksasi ekspor mineral mentah.

“Asosiasi terdiri dari 23 perusahaan smelter di sektor mineral nikel, tembaga, besi, mangan, zircon, timah dan silica. Sebagian besar berdiri pada kurun waktu 2014-2016 dengan realisasi investasi total mencapai US$20 miliar,” kata Prihadi Santoso, Ketua AP3I dalam keterangan tertulis di Jakarta.

Pertama, meminta kepada Presiden RI untuk tetap konsisten menjalankan dan menyelamatkan amanah UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dari upaya pemberian relaksasi ekspor mineral ore/bijih. “Relaksasi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi investor yang telah menanamkan modalnya di Indonesia serta berpotensi untuk memberikan sentimen negatif ke sektor lainnya, termasuk perbankan Indonesia,” ujarnya.

Kedua, Presiden RI untuk segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti PP No. 1 tahun 2014 agar tidak terjadi kekosongan/kevakuman landasan hukum bagi kelanjutan operasional usaha pertambangan dan pengolahan mineral (smelter) di dalam negeri. “Ini setelah berakhirnya batas waktu ekspor mineral pada tanggal 11 Januari 2017 agar adanya jaminan kepastian hukum bagi kegiatan usaha pertambangan dan pengolahan mineral (smelter),” ucapnya.

Ketiga, meminta kepada pemerintah khusus Kementerian ESDM untuk lebih memperhatikan kelangsungan operasional perusahaan smelter di Indonesia terkait kepastian pasokan bahan baku dan menghindari timbulnya conflict of interest. “Sebab, KESDM sebagai regulator di satu sisi dan KESDM sebagai pembina perusahaan tambang di sisi yang lain,” tandas Prihadi.

Keempat, hiruk pikuk berita relaksasi mineral mentah akhir-akhir ini menimbulkan polemik yang berdampak langsung pada harga logam dunia. “Sebagai contoh, untuk logam nikel di mana LME nikel turun dari semula US$11,100 per ton Ni (rata-rata Desember-November 2016) menjadi US$10,148 per ton Ni pada awal Januari 2017,” ucapnya.

Untuk menjaga iklim investasi pembangunan smelter yang saat ini sedang berlangsung, pihaknya mengharapkan perhatian presiden dan para pemangku kepentingan untuk mengawal kebijakan pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah. “Itu sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 4 tahun 2009 tetang Minerba dan UU No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian,” imbuhnya. (jaw)

0 comments

    Leave a Reply