Anggota DPR: Utusan MK Soal Presidential Threshold Harus Dihormati
IVOOX.id, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim menilai semua pihak harus menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terkait ambang batas pencalonan presiden atau "presidential threshold".
"Keputusan MK harus kita hormati bersama. Putusan ini sudah saya perkirakan sebelumnya, karena gugatan terhadap 'presidential threshold' sudah beberapa kali digugat ke MK dan putusan-nya selalu sama yaitu ditolak," kata Luqman di Jakarta.
Dia menilai, MK konsisten dengan pandangannya bahwa norma "presidential threshold" merupakan kebijakan hukum terbuka atau "open legal policy" yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang yaitu DPR dan Presiden.
Karena itu Luqman mengajak para penggugat "presidential threshold" seperti Gatot Nurmantyo untuk menempuh jalur parlemen yaitu bergabung menjadi anggota partai politik.
"Mari bergabung bersama PKB. Saya janjikan jika PKB memenangi Pemilu 2024, salah satu agenda penting yang akan diprioritaskan PKB adalah perbaikan sistem pemilu, kepartaian dan kelembagaan legislatif, termasuk di dalamnya menghilangkan 'presidensial threshold'," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi secara konsisten menyatakan "presidential threshold" atau ambang batas mengusulkan calon presiden sebesar 20 persen, yang terkandung dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, adalah konstitusional.
"Mendasarkan syarat perolehan suara (kursi) partai politik di DPR dengan persentase tertentu untuk dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ketentuan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah konstitusional," kata Hakim Mahkamah Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam Sidang Pengucapan Putusan yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Pernyataan serupa telah dikemukakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008. Meskipun merupakan putusan dalam perkara pengujian undang-undang yang berbeda, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, secara substansial norma yang dimohonkan pengujian mengatur hal yang sama dengan perkara a quo.
Adapun perkara yang dimohonkan oleh Pemohon adalah besaran angka persentase presidential threshold. Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 telah menjadi dasar pertimbangan hukum berbagai putusan Mahkamah Konstitusi untuk perkara serupa.
"Menurut pendapat kami, belum terdapat alasan-alasan yang fundamental untuk dapat menggeser pendirian Mahkamah atas putusan-putusan yang sebelumnya," ucap dia.
Mahkamah Konstitusi melalui berbagai putusan sebelumnya telah menyatakan bahwa "presidential threshold" tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dengan legitimasi yang kuat dari rakyat.
0 comments