July 2, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

74 Persen Guru Honorer Dibayar Lebih Kecil dari Upah Minimum Terendah

IVOOX.id - Hasil survei dari Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa mengemukakan saat ini guru honorer dibayar lebih kecil dari upah minimum paling rendah di Indonesia.

Menyambut Hari Pendidikan Nasional tahun ini Survei tersebut dilakukan pada pekan pertama Mei 2024 ini melibatkan 403 responden dari 25 provinsi, dengan 291 responden berasal dari Pulau Jawa dan 112 dari luar Jawa.

Responden survei terdiri dari 123 guru berstatus PNS, 118 Guru Tetap Yayasan, 117 Guru Honorer atau Kontrak, dan 45 Guru PPPK.

Survei ini mengungkapkan bahwa 42 persen guru memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan, dan 13 persen di antaranya berpenghasilan di bawah Rp 500 ribu per bulan.

“Rendahnya tingkat kesejahteraan sangat terlihat pada Guru Honorer/Kontrak, di mana 74 persen dari mereka berpenghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan, bahkan 20,5 persen berpenghasilan di bawah Rp 500 ribu,” ungkap Muhammad Anwar, Peneliti IDEAS, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/05/2024).

Anwar menambahkan bahwa penghasilan tersebut jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terendah di Indonesia untuk tahun 2024, yaitu di Kabupaten Banjarnegara sebesar Rp 2.038.005.

“Ini artinya, di daerah dengan biaya hidup terendah sekalipun, para guru, terutama guru honorer, masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” tuturnya.

Dengan rata-rata tanggungan tiga orang anggota keluarga, 89 persen guru merasa penghasilan mereka pas-pasan atau kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup, hanya 11 persen yang merasa cukup dan ada sisa.

Lalu berbagai upaya dilakukan guru untuk menutupi kebutuhan hidup, salah satunya adalah memiliki pekerjaan sampingan selain mengajar.

“Dari survei ini terlihat 55,8 persen guru memiliki penghasilan tambahan dari pekerjaan lain. Namun, penghasilan tambahan ini pun tidak signifikan, mayoritas guru hanya mendapat kurang dari Rp 500 ribu,” ucap Anwar.

Anwar menyebut pekerjaan sampingan yang paling banyak dipilih oleh guru adalah mengajar privat atau bimbingan belajar (39,1 persen), berdagang (29,3 persen), bertani (12,8 persen), buruh (4,4 persen), konten kreator (4 persen), dan driver ojek daring (3,1 persen).

Minimnya penghasilan utama dan tambahan membuat banyak guru terpaksa berutang untuk menutupi kebutuhan hidup.

Sebanyak 79,8 persen guru mengaku memiliki utang, dengan 52,6 persen berutang kepada Bank/BPR, 19,3 persen kepada keluarga atau kerabat, 13,7 persen kepada koperasi simpan pinjam, 8,7 persen kepada teman atau tetangga, dan 5,2 persen dari pinjaman online.

“Kondisi ini juga membuat 56,5 persen guru pernah menjual atau menggadaikan barang berharga mereka saat terdesak oleh suatu kebutuhan,” ungkap Anwar. Barang-barang yang digadaikan antara lain emas perhiasan (38,5 persen), BPKB kendaraan (14 persen), sertifikat rumah/tanah (13 persen), motor (11,4 persen), emas kawin (4,3 persen), dan SK PNS (3,9 persen).

Meski demikian, tekad para guru Indonesia tetap kuat. Sebanyak 93,5 persen responden menyatakan keinginan untuk tetap mengabdi dan mengajar hingga masa pensiun, meski kesejahteraan mereka jauh dari layak.

Asep Hendriana, CEO GREAT Edunesia Dompet Dhuafa, yang fokus pada program pendidikan, mengatakan bahwa temuan IDEAS tersebut sejalan dengan pengalaman lembaganya dalam mendampingi para guru.

“Tingkat kesejahteraan yang rendah tidak pernah menyurutkan semangat mereka untuk tetap mengajar hingga usia senja karena bagi mereka ini adalah sebuah pengabdian,” ujarnya.

Asep menilai, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu memperhatikan permasalahan ini. Selain kesejahteraan, ia juga melihat perlunya lembaga-lembaga yang mendampingi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pelatihan, pendampingan, dan program capacity building lainnya.

0 comments

    Leave a Reply