4 Bulan IPO, STAA Bagi Dividen Rp10/Saham
IVOOX.id, Jakarta - Emiten perkebunan kelapa sawit PT Sumber Tani Agung Resources Tbk. (STAA) membagikan dividen Rp109,03 miliar atau setara dengan Rp10 per lembar saham meski baru empat bulan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) perseroan memutuskan untuk membagikan total Rp359,03 miliar, namun Rp250 miliar merupakan dividen interim yang sudah dibagikan kepada pemegang saham sebelum perusahaan melakukan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO)
Direktur Utama STA Resources Mosfly Ang dalam keterangan di Jakarta, Sabtu, mengatakan, perseroan memang berkomitmen akan membagikan dividen kepada pemegang saham sesuai dengan komitmen saat perusahaan memutuskan untuk melantai di BEI.
Saham STAA pertama kali resmi tercatat di papan perdagangan BEI pada 10 Maret 2022. Selain itu, perseroan juga berkomitmen untuk membagikan dividen sebesar 30 persen Dividend Payout Ratio (DPR) pada tahun mendatang.
"Setelah IPO, kami berencana membagikan dividen kas kepada pemegang saham di kisaran 30 persen dari laba bersih dengan tidak mengabaikan tingkat kesehatan keuangan kami dan tanpa mengurangi hak dari RUPS untuk menentukan lain sesuai dengan anggaran dasar perseroan," ujar Mosfly Ang, dikutip Antara.
Adapun dari laba bersih 2021, akan dialokasikan Rp218,07 miliar untuk dana cadangan wajib perusahaan dan sisa dana yang belum ditentukan penggunaannya akan ditetapkan sebagai laba ditahan untuk menambah modal kerja perusahaan.
Tahun lalu, perseroan berhasil membukukan penjualan neto Rp5,88 triliun, naik 39,96 persen dari penjualan neto pada 2020 Rp4,2 triliun.
Dari penjualan tersebut, laba periode tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp1,08 triliun, meroket 162,72 persen dari Rp410,03 miliar pada 2020.
Dalam RUPST tersebut juga disampaikan laporan realisasi penggunaan dana bersih hasil IPO sebesar Rp526,69 miliar.
Per Juni 2022, dana IPO sudah dipakai untuk pembangunan refinery Rp1,48 miliar (0,28 persen dari target alokasi), pembangunan fasilitas dermaga Rp304 juta (0,06 persen) dan tangki timbun Rp25,5 juta. Jadi, dana IPO baru terpakai Rp1,81 miliar dan tersisa Rp524,88 miliar yang belum digunakan.
Mosfly menyampaikan, tahun lalu kondisi usaha di seluruh dunia belum normal akibat pandemi COVID-19. Namun di tengah ketidakpastian itu, perseroan mampu membukukan kenaikan kinerja yang signifikan seiring dengan naiknya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai produk utama perseroan di pasar dunia.
Pada 2021, perseroan berhasil menjual 574.539 ton produk, meliputi minyak sawit, minyak inti sawit, Tandan Buah Segar (TBS), inti sawit, bungkil sawit dan ampas sawit. Namun jumlah volume penjualan itu turun tipis 4,73 persen dari 2020 sebesar 603.051 ton.
Menurut dia, pencapaian kinerja perseroan sangat diuntungkan dengan harga CPO di pasar internasional yang pernah mencatat level tertinggi dalam sejarah Indonesia yaitu 1.435 dolar AS per ton di CIF Rottterdam dan 5.400 ringgit per ton di Malaysian Derivatives Exchange (MDEX).
Mosfly meyakini prospek sawit sangat menjanjikan, apalagi produk CPO dan turunannya masih menjadi komoditas unggulan penyumbang devisa Indonesia.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bahkan mengungkapkan nilai ekspor CPO menembus 35 miliar dolar AS pada 2021, naik 52,8 persen dari 22,9 miliar dolar AS pada 2020.
"Harga CPO juga akan tetap menguat dengan dimulainya kembali program Biodiesel 35 (B35) Indonesia atau B40 sesuai kebijakan pemerintah ke depan," ujar Mosfly.
Sebab itu, perseroan akan fokus mengembangkan hilirisasi sehingga memberikan nilai tambah dari produk baru dan terjadi diversifikasi basis pelanggan.
"Kami telah melakukan hilirisasi usaha ke industri pabrik pengolahan inti sawit, pabrik ekstraksi ampas inti sawit dan juga segera membangun industri pabrik minyak goreng," ujar Mosfly.
0 comments