July 2, 2024

Update Terbaru virus covid-19
Indonesia

Memuat...

Dunia

Memuat...

12 Jenis Komorbid yang Dilarang Vaksinasi Covid-19, Prof Yuwono: Bahaya Kalau Lolos Skrining

IVOOX.id, Jakarta - Meski pemerintah tengah menggiatkan vaksinasi Covid-19, Prof Yuwono meminta masyarakat untuk tetap teliti terkait kondisi kesehatan mereka.

Ditegaskan ahli mikrobiologi di Sumsel ini, masyarat yang memiliki jenis penyakit tertentu atau komorbid tetap dilarang untuk disuntik vaksin Covid-19.

Selain tidak memberikan efek kebal terhadap Virus Corona, dicemaskan si pemilik tubuh justru akan menderita penyakit parah.

Setidaknya ada 12 jenis komorbid yang dilarang vaksinasi Covid-19.

1. Gejala ISPA seperti batuk/pilek/sesak napas dalam 7 hari terakhir.

2. Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah.

3. Jantung (gagal jantung/penyakit jantung koroner).

4. Autoimun Sistemik (SLE/Lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya).

5. Penyakit ginjal kronis/sedang menjalani hemodialysis/dialysis peritoneal/transplantasi ginjal/sindroma nefrotik dengan kortikosteroid.

6. Reumatik Autoimun/Rhematoid Arthritis.

7. Penyakit saluran pencernaan kronis.

8. Penyakit Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun.

9. Penyakit kanker.

10. Kelainan darah.

11. Imunokompromais/defisiensi imun.

12. Penerima produk darah/transfusi.

Menurut Prof Yuwono vaksin itu hanya untuk orang yang tidak punya penyakit.

"Vaksin itu hukumnya wajib, jadi bisa diwakilkan. Ini saya blak-blakan karena saya sudah diskusi dengan ketua tim yang ditunjuk presiden untuk masalah vaksin ini," kata Prof Yuwono yang juga merupakan seorang ulama atau ustaz.

Diwakilkan dalam artian di sini adalah, yang memiliki penyakit tidak wajib untuk disuntik vaksin.

Vaksin wajib hanya untuk orang yang tidak memiliki penyakit.

"Kesimpulan kami cuma satu, orang yang punya penyakit jangan divaksin. Titik," kata Ustaz Prof Yuwono dalam sebuah video di channel youtube Majelis Pecinta Quran dengan judul TEGAS !! COVID 19 ?? AKAL - ILMU //#PART1// UST. PROF DR. dr. YUWONO M.BIOMED.

"Kenyataannya sekarang ini, ditakut takuti, kamu ye pegawai ye kamu dak vaksin dak taat. Logikanya, misal orang punya penyakit darah tinggi, kencing manis dan lain lain, vaksin itu tidak akan bekerja dengan baik di dalam tubuhnya," katanya.

"Karena untuk memproses vaksin, dibutuhkan tubuh yang sehat tanpa penyakit, cukup 40 sampai 67 persen saja yang di vaksin, artinya 33 persen tidak divaksin," ujar Prof Yuwono.

Prof Yuwono menjelaskan jika vaksin disuntikkan pada orang yang memiliki penyakit ujungnya akan berbahaya bahkan bisa masuk ICU.

"Saya sudah sering mendapat laporan, orang yang punya penyakit terus suntik vaksin, ujung-ujungnya masuk ICU. Ini karena kesalahan. Makanya ilmunya itu harus digali nian. Saya kan ahlinya, jangan cuma kata WHO," ujarnya.

Tak hanya itu, Prof Yuwono menjelaskan, kalau ajal itu sudah diatur dalam Alquran jangan terlalu disangkutpautkan dengan covid-19.

"Meninggal karena covid kalau menurut akal itu masuk akal. Kalau menurut hati coba buka AlQuran. Kalau sudah datang ajal, maka tidak bisa maju tidak bisa mundur. Jadi meninggal karena ajal. Buktinya ada yang meninggal dalam keadaan sehat," ujarnya.

Prof Yuwono juga menambahkan, bawah pandemi bisa diakhiri dengan vaksin.

Vaksin disuntikan agar terbentuk antibodi dan antibodi akan terbentuk sempurna setelah 3 bulan dari penyuntikan pertama.

Setelah terbentuk antibody, maka kemungkinan terinfeksi dibawah 2 %, artinya sangat kecil.

Tetapi dalam 3 bulan tetapi harus berhati-hati.

Dipaparkan Yuwono bahwa, vaksin bila telah mencapai minimal 40% dari target maka akan terbentuk herd immunity atau imunitas kelompok, yang akan melindungi yang lainnya.

Di Indonesia saat ini jumlah yang sudah tervaksin adalah 24 juta. Sedangkan target untuk 40% adalah 100 juta orang.

Oleh sebab itu, melalui program Serbuan 1 Juta Vaksin, diharapkan 75 hari dari sekarang kita akan sampai pada kondisi herd immunity, dan itu adalah tujuan besar kita semua.

Oleh sebab itu, Prof Yuwono mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan imunitas dengan cukup makan, cukup gerak, dan pikiran yang positif.

Apalagi saat ini, Virus Corona kian banyak variannya, kini sudah ada varian delta.

Bahkan virus corona varian delta ini sudah ada di Indonesia, termasuk Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

Covid-19 varian delta itu adalah varian dimana ada perubahan pada protein spike atau protein s, protein yang ada di permukaan virus.

"Sampai sejauh ini varian Covid-19 hanya lebih muda menular atau menginfeksi, tapi tidak bertambah soal keganasannya," jelasnya.

Lebih lanjut Prof Yuwono menjelaskan, bahwa varian delta ini lebih lincah atau lebih mudah untuk menginfeksi. Lalu lebih tahan terhadap enzim protease

"Enzim protease ini yang digunakan tubuh untuk menghancurkan kuman atau virus, kalau ada nempel di tubuh kita. Jadi kalau yang varian beta ini dia lebih tahan," ungkapnya.

Masih kata Prof Yuwono, bisanya kalau bukan varian delta, begitu nempel dihancurkan oleh enzim protease. Tapi kalau varian delta, dia nggak hancur. Oleh karena itu disebut tahan terhadap antibodi.

"Lalu tahan terhadap imunitas alami yang dimiliki manusia. Karena itu relatif bisa dijumpai pada anak-anak. Kalau selama ini anak-anak lebih tahan terhadap Covid-19, tapi untuk varian delta ini anak-anak juga lebih mudah terinfeksi," ungkapnya.

Namun menurut Prof Yuwono jangan dibuat menakutkan, maksudnya anak-anak jadi lebih mudah terinfeksi terdapat vairan delta, dikarenakan kalau sebelumnya anak-anak sulit terinfeksi. Kalau yang varian delta ini anak-anak lebih mudah terinfeksi.

"Virus Covid-19 ini juga belajar seperti manusia. Kalau sebelumnya sulit kena ke anak-anak, sekarang mudah."

"Tapi kalau bukti lebih ganas tetap tidak ada. Jadi baik varian India, delta dan lain-lain belum ada bukti lebih ganas. Namun memang lebih cepat menular," jelasnya.

Menurut Prof Yuwono, dalam satu bulan bisa saja timbul satu varian dari corona ini, jadi bisa dibayangkan. Misalkan, kalau sekarang sudah ada 20 varian artinya bisa jadi 40 varian dan seterunya.

"Sampai sejauh ini varian Covid-19 hanya lebih muda menular atau menginfeksi tapi tidak bertambah soal keganasannya. Kalau kematian meningkat, itu karena komorbid," cetusnya.

Menurut Prof Yuwono yang juga sebagai Dirut RS Pusri mengatakan, semakin banyaknya varian tentu akan semakin banyak mendapatkan tantangan, terutama dalam hal vaksin.

"Lalu kita dari anak-anak sampai lansia harus waspada. Kalau sebelumnya lebih waspada ke lansia, yang punya komorbid. Tapi sekarang mulai dari anak-anak sampai lansia harus waspada,"

Meskipun begitu menurut Prof Yuwono, harus tetap tenang, karena semua varian Covid-19 tidak terbukti menambah keganasan hanya menambah daya tular.

"Jadi tetap terapkan protokol kesehatan (Prokes) 3M atau bahkan 5M. Itu cara mencegahnya, dan tetap memperkuat imunitas tubuh kita," pesannya.

0 comments

    Leave a Reply